Kebudayaan di Banyumas merupakan sebuah entitas kebudayaan yang memiliki corak khas tersendiri yang berbeda dari daerah-daerah yang lain. Salah satu perbedaan yang cukup mencolok dan menjadi identitas khas dari daerah tersebut ialah bahasa ngapak-nya. Bahasa Ngapak di Banyumas merupakan bahasa kesetaraan tanpa ada strata atau tingkatan yang begitu mencolok sebagaimana bahasa Jawa di daerah Surakarta dan Yogyakarta. Kesetaraan ini mencerminkan sikap egaliter yang melekat pada masyarakat Banyumas dan wujud demokrasi yang sesungguhnya. Adapun pengucapan huruf ‘a’ sesuai dengan penulisannya yang berbeda dengan bahasa Jawa Keraton yang membaca huruf ‘a’ sebagai ‘o’ mencerminkan sikap apa adanya, terbuka, dan transparan.
Corak khas lain yang menjadi keunggulan dari kebudayaan di Banyumas ialah nilai filosofis yang ditunjukkannya. Budaya Banyumas merupakan budaya yang berbasis kerakyatan yang mengacu pada kehidupan masyarakat wong cilik. Berbeda dengan budaya Jawa Keraton yang terkesan feodal dan high culture. Nilai kerakyatan ini menjadi aspek yang khas dan unik sehingga berpotensi menarik wisatawan untuk datang ke Banyumas yang merupakan salah satu sentra budaya di Jawa Tengah.
Sebagai salah satu sentra budaya, Banyumas tentunya memiliki kekayaan seni yang melimpah, mulai dari upacara adat, pakaian adat, alat musik, sampai desain arsitektur. Adapun beberapa kesenian khas daerah Banyumas yaitu:
Merupakan salah satu jenis tarian rakyat di Banyumas yang sering juga disebut Kuda Lumping. Tarian ini menggunakan ebeg, yaitu anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda berwarna hitam dan putih yang diberi kerincingan. Ebeg termasuk jenis tarian massal yang satu grupnya berisi 16 orang dan seringkali diadakan di tanah lapang pada siang hari dengan durasi sekitar 1-4 jam. Ebeg diiringi lagu-lagu irama Banyumasan dan disediakan juga ubarampe atau sesaji.
Motif batik Banyumas terinspirasi dari tumbuh-tumbuhan dan hewan yang pewarnaannya didominasi dengan warna gelap serta motif gambar yang tegas dan lugas, seperti halnya budaya masyarakat Banyumas yang apa adanya. Menurut sejarah, batik Banyumas awalnya dibawa oleh para pengikut Pangeran Diponegoro usai Perang Diponegoro pada tahun 1830 yang kebanyakan menetap di daerah Banyumas. Motif batik Banyumas sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan, demokrasi, dan semangat kerakyatan yang dituangkan dalam berbagai jenis motifnya, yaitu, Sidoluhung, Sekarsurya, Cempaka Mulya, Jahe Puger, Ayam Puger, Khantil, Jahe Srimpang, Madu Bronto, Sungai Serayu, Lumbon (Lumbu), Batu Waljinan, Gunungan, Dunia Baru, Kawung Jenggot, Pring Sedapur, Satria Busana, dan lain sebagainya.
Cagenjring adalah musik tradisional khas Banyumas yang sebenarnya merupakan perpaduan musik calung, kenthong, genjring. Cagenjring pernah terpilih untuk mewakili Indonesia dalam festival kesenian tingkat internasional 2007 silam. Pertunjukkan cagenjring biasanya ditampilkan bersama penari lengger dan lantunan nyanyian dari sinden. Dalam cagenjring, alat-alat musik dimainkan sedemikian rupa sehingga membentuk keharmonisan melodi yang merdu.
Kentongan merupakan kesenian asli Banyumas yang asal katanya dari kentong yang merupakan alat komunikasi tradisional yang terbuat dari kayu bambu. Namun di Banyumas, kentong dibuat sedemikian rupa oleh para pengrajin lokal yang kreatif sehingga mampu menimbulkan bunyi-bunyian yang berbeda. Perlombaan kentongan mulai naik daun pada tahun 90-an di mana ada banyak perlombaan yang diadakan di tingkat RT sampai desa. Kemudian seiring berjalannya waktu, seniman-seniman Banyumas mulai menambahkan unsur-unsur baru dalam permainan musik kentongan sehingga lahir kesenian baru Banyumas yang dikenal dengan nama Kentongan Banyumasan. Pada perkembangannya ini, Kentongan Banyumasan dipadukan dengan berbagai alat musik yang lain dan dimainkan secara berkelompok serta kadang diiringi dengan tari-tarian.
Kesenian ini biasa dimainkan pada sebagai media hiburan, pertunjukkan untuk menyambut tamu, pertunjukkan budaya, untuk mengamen, dan bahkan ada juga yang mulai mengenalkan kesenian ini keluar daerah Banyumas.
Gaya arsitektur limasan merupakan gaya arsitektur khas daerah Banyumas. Karakter gaya limasan yang luwes sebagai karya cipta dan karsa, erat dengan latar spiritual, nilai keindahan, dan fungsi yang juga spesial. Bangunan Limasan hadir di lingkungan permukiman kalangan kerajaan dan warga biasa, menandai status sosial dalam balutan estetika arsitektural. Gaya limasan masih banyak didapati pada masjid-masjid yang ada di daerah Banyumas.
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan merupakan salah satu gaya pedalangan di tanah Jawa, yang lebih dikenal dengan istilah pakeliran, dan berperan sebagai bentuk seni klangenan serta dijadikan wahana untuk mempertahankan nilai etika, devosional dan hiburan, yang kualitasnya selalu terjaga dan ditangani sungguh-sungguh oleh para pakar yang memahami benar. Pakeliran ini mencakup unsur-unsur yaitu, lakon wayang (penyajian alur cerita dan maknanya), sabet (seluruh gerak wayang), catur (narasi dan cakapan) , karawitan (gendhing, sulukan dan properti panggung).
Pakeliran Gagrag Banyumasan, mempunyai nuansa kerakyatan yang kental sebagaimana karakter masyarakatnya, jujur dan terus terang , dan hidup serta berkembang di daerah eks Karesidenan Banyumas, merupakan ekspresi dan sifatnya lebih bebas, sederhana, serta lugas dan mampu bertahan sampai saat ini dalam menghadapi perubahan zaman, karena memperoleh simpati dan dicintai masyarakatnya.
Wayang Gagrag Banyumasan mempunyai ciri khas dalam penceritaan yang lebih memperjelas peran rakyat kecil yang dimanifestasikan dalam tokoh punakawan seperti cerita Bawor Dadi Ratu, Petruk Krama dan lain-lain. Selain itu pula, wayang Gagrag Banyumasan lebih menonjolkan peran para muda dalam penyelesaian kasus-kasus dan permasalahan. Cerita Srikandi Mbarang Lengger' yang merupakan terusan lakon Srenggini Takon Rama adalah salah satu contoh kongkrit bahwa peran pemuda seperti Antasena dan Wisanggeni menjadi sangat sentral.
Gending khas lagu-lagu Banyumasan sangat mewarnai berbagai kesenian tradisional Banyumasan, bahkan dapat dikatakan menjadi ciri khasnya, apalagi dengan berbagai hasil kreasi barunya yang mampu menampilkan irama Banyumasan serta dialek Banyumasan. Ciri-ciri khas lainnya antara lain mengandung parikan yaitu semacam pantun berisi sindiran jenaka, iramanya yang lebih dinamis dibanding irama Yogya-Solo bahkan lebih mendekati irama Sunda. Syairnya umumnya mengandung nasihat, humor, menggambarkan keadaan daerah Banyumas serta berisi kritik-kritik sosial kemasyarakatan. Lagu-lagu gending Banyumasan dapat dimainkan dengan gamelan biasa maupun gamelan calung bambu. Seperti irama gending Jawa pada umumnya, irama gending Banyumasan mengenal juga laras slendro dan pelog.
Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan dalam rangkaian upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta rombongannya memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut begalan karena atraksi ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan sipembegal biasanya berisi kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending.
Rengkong adalah kesenian yang menyajikan bunyi-bunyian khas serupa suara kodok mengorek secara serempak yang dihasilkan dari permainan pikulan bambu. Pikulan bambu tersebut berukuran besar dan kuat tetapi ringan karena berbahan dasar bambu tua.
Cara memainkannya, pikulan bambu rengkong yang berisi muatan padi diletakkan pada bahu kanan (dipikul). Pemikul mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan mantap dan teratur. Tali ijuk dengan beban padi yang menggantung pada badan bambu rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang menimbulkan suara berderit-derit nyaring. Kalau ada beberapa rengkong yang dimainkan serempak maka akan timbul suara yang mengasyikan, khas alam petani. Bila dimainkan dengan berbaris berarak-arakan maka suasananya akan lebih semarak. Kesenian tradisional para petani ini biasanya diadakan pada pesta perayaan panen atau pada hari-hari besar nasional.
Banyumas Bae ©2018 | Avant-garde